emogination

Pernah juga, mungkin dekat dekat ini. Jadi ada teman aku sejak aku maba. Aku kenal dia dari sebuah ukm di kampus aku. Kita gak pernah berhubungan lebih selain dari ukm itu, kita juga tergabung di grup kecil gitu buat chat ribut gak jelas gitu. Tiba" nggak tahu kenapa dia mulai sering ngajakin aku jalan, nonton film lah, main lah kemana gitu,. Kadang godain alias bercandain aku gitu di dm atau chat. Karena aku cuek dan emang biasa ngelawakin orang juga, aku cuek aja dengan modusnya. Hingga akhirnya tiap saat kalau dia nggak sibuk pasti ngajak aku nonton. Pernah sih pas pertama nonton, kita lagi diskusi politik, hukum dan jurusan masing masing, terus ngomongin karir. Dia nanya kalau udah lulus mau ngapain, dia nanya gak mau langsung nikah? gak takut susah jodohnua kalau sekolahnya ketinggian. Aku sih positif aja, insyaallah pasti ada jodohnya. Disitu aku mulai ngerasa aneh sih, kau gitu sih dia nanya. Cuma aku tepis, cuek aja. Karena emang udah biasa sih smaa teman teman ngomongin...

Aku mau cerita, cerita tentang kekonyolan aku. Bagi cewek, mungkin nanya ke cowok tentang perasaan cowok itu ke cewek mungkin sesuatu hal yang gak biasa atau aneh. tapi bagi aku personal, bukan sesuatu hal yang aneh. Aku gak ngerasa kalau harus cowok duluan yang bilang suka ke cewek. Aku rasa cewek juga punya hak untuk nanya duluan atau nyatain perasaannya.  Terutama aku, aku pernah nanya ke crush aku waktu sma, " kamu dulu pernah suka nggak sama aku?". jujur aku gak nyesel aku nanya itu ke dia, aku ngerasa puas, ternyata perasaan aku gak salah, emang bukan waktunya atau bukan jodoh aja. kita gak jadian, atau mungkin ada rasa sesal sebenarnya diantara kita berdua, kenapa dulu kita gak jadian aja, kenapa dulu aku gak peka, kenapa dia gak milih aku, dan lebih kejerat godaan cewek lain. Tapi diantara itu semua aku puas. Karena aku sama dia, tahu. Kalau dulu kita punya rasa yang sama. Aneh emang, bahkan kita sampai sekarang masih berteman baik. Puas puas rasanya.

Aku pernah membaca sebuah artikel atau tepatnya sebuah quote, bahwa hal/pengalaman yang harus kita rasakan dan jangan sampai terlewat adalah pengalaman hidup sendiri, traveling dan jatuh cinta.  Aku dulu pertama kali jatuh cinta tapi sebut aja cinta monyet karena ketika itu aku kelas 5 sd. tapi kini aku benar-benar merasakan rasanya jatuh cinta, bahwa aku merasa salah tingkah, jantung berdebar kencang, bingung, rasa bahagia semerbak bunga bertebaran dan burung berkicauan hanya karena melihat orangnya. Tapi aku takut, rasa itu harus aku kubur lagi. karena dunia seakan membuatku dan dia tak berjodoh seperti yang telah lalu. 

 

 

 

  Hari ini aku teringat akan dirimu lagi, walau aku tahu kini aku hanyalah bagian dari kisah arkaismu. Aku memahami hal itu melebihi pohon tahu betapa ia mencintai sang matahari. Walau terkadang matahari mengeringkannya. Aku kangen senyummu. Saat aku berjalan melewati tempat biasa aku melihatmu, aku membayangkan kamu ada disana. Miris memang ingatan silam itu masih saja sering hinggap dalam pelupur hati. Aku kadang menggila dalam diam, menertawakan diri yang tak mampu memansuhkan pisau di jantungku karena merindukanmu.

 

  Derau angin yang lembut semilir menenggelamkanku dalam nestapa. Membuatku terlelap dalam, pelupukku kian terpenjam. Samar-samar aku mulai melihat cahaya yang lindap. Ternyata itu kamu, kamu mampir lagi dalam lelapku di siang terik. Oh kamu bercengkarama dengan bunga manis di ujung bangku gajebo itu. Bunga itu menghampiriku, ia berkata padaku, "oh melati kenalkan aku mawar, mulai esok tak usahlah dikau bersama dia lagi, sudah ada aku sekarang, terimakasih sudah temani dia beberapa hari lalu." Tak ayal, esok kamu benar hilang. Mimpi memang kejam terkadang, kejam saat jadi nyata.

 

  Kesendirian yang lebih lara dari pengembara ini sungguh menjemukan. Diriku yang bosan ini telah membolak-balik novel kusam yang telah ku baca 3 kali ini. L embar demi lembaran sampai aku tak merasa emosi darinya. Ak u raih ponselku, membuka berbagai sosial media berharap ada penghibur kematian rasa. Sama saja. Tiba-tiba ku teringat dirimu yang menyapaku lewat messanger . Titik awal kita bertemu. Aku penasaran siapa yang memulai dan mengakhiri obrolan itu. Aku coba mengingat obrolan yang pernah kita bicarakan. Ingatanku buram. Ku lihat pesan darimu sudah tertelan jauh, aku menggulung layarku ke bawah dan kosong. Sekosong inikah hubungan kita sekarang. Ku membukanya dan membacanya, aku sadari dahulu aku begitu naif tak pernah sangka bahwa sebenarnya kau begitu tulus padaku.

 

  Aku tak tahu harus berkata atau menulis apa, aku merasa hampa. Bahkan jika Tuhan memintaku untuk melukis pun aku tak tahu harus memberi lukisan apa untuk-Nya. Imajinasiku telah sirna. Aku tak mampu menggambarkan apapun lagi. Semuanya serasa berhenti, tak berjalan lagi. Serasa semua telah mati dan tak mampu bangkit lagi. Kesadaranku akan realita tak mampu memiliki cintamu lagi telah hancurkan segala kenyataan hidup. Aku hanya tahu kau kini bahagia di dimensi lain sementara aku disini hanya menatap kekosongan. Sendirian.

 

 

  Badanku bergetar, ku putar-putar cincin yang melingkar di jariku. Setelah lama tak jumpa aku melihatmu lagi. Aku kaget sekali hari itu, aku ingin pingsan. Tubuhku membencimu menolak keberadaanmu. Badanku berkeringat, kepalaku sakit dan bayangan hitam mulai merasuki kesadaranku. Aku pun terjatuh. Brak. Ternyata aku hanya mimpi, ku pikir itu adalah mimpi yang buruk. Tiba-tiba terdengar dering telepon selulerku berbunyi, terdapat pesan yang masuk. Itu darimu, kau bilang Agustus ini kau menikahi wanitamu.

 

  Ak u tutup mataku menyegel memori tentangmu. Di dalamku sedang ada perang.  O takku berusaha menghapusmu namun hatiku ingin kau tetap ada. Alhasil aku terterjang bandang deras. Airku mengalir, membanjiri permukaan pipi yang biasa ku poles.  Ak u coba melenyapkan air itu, t et api aku hanya membiarkannya mengering membekas. Aku harap tak ada ingatan tentangmu, tetapi hati seakan berdemo meminta menjaga memori tentangmu. Menuntutmu merindukan memiliki memori indah bersamamu lagi. Namun tak bisa, rasionalku berkata semuanya telah rusak ditandai kepergianmu kala itu.

 

Masih teringat jejak yang kita buat berdua. Canda tawa canggung saat bermain kata-kata. Mencoba menggali harta yang terkubur. Ak u temukan harta saat itu t et api a ku bukanlah berlian yang ka m u mau. Entah aku memikirkan apa waktu itu, senyummu suaramu meluluh lantahkan samudra hatiku. Aku terpana pada sosok bersahajamu. Ingin rasanya ku gambarkan segala rasa itu menjadi pelangi dalam kanvas. Menyimpanmu dalam kegelapan hatiku yang buta akan rasa ini. Hirapmu sekarang membuatku sadar, pertemuan kita harusnya tak terjadi, harusnya tak pernah ku pungut kuas itu dan tak pernah menulismu dengan tinta hitam di hatiku. Cukup rasa itu saja, pernah Bahagia .

 

 

Aku lemah tak berdaya setiap aku tak sengaja bertemu kamu. Ingin rasaku sapa dirimu seperti dahulu. Inginku, kamu lihat aku dan katakan halo padaku. Tapi keinginanku menjadi lembek, keberanian telah lemas bagai kapas. Aku terbang tertiup angin dan terlepas dari rantingku. Melihat wajahmu, putihku tercerai-berai, namun tak mampu ku tutupi rasaku bahwa aku senang melihat wajahmu. Aku dalam hati bertanya, mengapa kau tak katakan pamit. Selalu hatiku telah terbelah, sakit dan senang, terbelah menjadi dua.

 

Kemarin malam, aku terdiam mendengar alunan lagu sendu di saat langit mengguyur. Ia seakan menangis bersamaku, merasakan kecewa yang menyelimutiku saat kau pergi. Aku teringat lembut katamu, menghangatkan. K au bilang sapa aku jika bertemu. Ingin rasanya aku membalasmu dengan kehangatan yang sama. Namun apa yang ku bisa saat ini, bahkan selimutku pun terasa dingin menusuk seluruh ototku di saat kau pergi tanpa kabar.